Thursday, July 26, 2012

MENGKRITISI AHMAD MUSHADDEQ

DISUSUN UNTUK MAKALAH UJIAN AGAMA ISLAM
Ajaran Ahmad Musheddeq meski menyimpang tetapi pengikutnya tergolong banyak tersebar di berbagai daerah. Hal ini berarti aliran ini juga diterima oleh sebagian masyarakat. Hal itu dapat terjadi karena jika dilihat dari prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Mushaddeq, dengan bergabung dengan aliran tersebut merupakan bentuk pelarian orang-orang yang merasa terbelenggu dari ajaran-ajaran agama yang telah ada, mereka selama ini tidak ikhlas dalam beragama. Hal ini berarti bukan agamanya yang salah tetapi kemungkinan besar bahwa cara penyampaiannya dan cara pemahaman orang-orang yang menerima suatu ajaran agama yang belum benar. Tetapi untuk memandang atau mengkritisi aliran ini perlu memandang secara jernih berdasarkan Al-Quran.
Syahadat merupakan pernyataan pengakuan terhadap keesaan Allah dan pernyataan terhadap Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, pernyataan ini menunjukkan pengakuan bahwa Allah sajalah yang harus disembah dan tidak ada nabi setelah Nabi Muhammad yang kita ikuti ajaran-ajarannya, dengan demikian syahadat merupakan pernyataan pengakuan yang fundamental bagi seorang muslim atas keislamannya oleh karena itu wajar jika syahadat menjadi point pertama pada rukun Islam.
Dengan mengganti syahadat menurut versi Al-Qiyadah Al-Islamiah juga menganggap bahwa Ahmad Mushaddeq sebagai nabi yang menggantikan Nabi Muhammad saw. maka dia menggangu kekuasaan Allah dan hal ini bertentangan dengan surat Al-Mukminun ayat 80:
Artinya: Dan dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya?
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah itu Maha Kuasa, hanya Allah yang bisa mengatur segala sesuatu yang terjadi pada seluruh kekuasaan-Nya yaitu makhluk-makhluk ciptaann-Nya. Maka barang siapa yang mengganggu ciptaan Allah yang merupakan kekuasaan-Nya, dia tidak berpikir atas kekuasaan Allah tersebut.
Menilik dari surat Al-Hujuraat ayat 2 yang berbunyi yaitu:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara nabi, dan janganlah kamu Berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu[1408], sedangkan kamu tidak menyadari.
[1408] meninggikan suara lebih dari suara nabi atau bicara keras terhadap nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti nabi. Karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa akan ada manusia yang merasa lebih dari Nabi dan hal itu jelas sekali serta dengan meniadakan Nabi Muhammad itu tercermin dalam ayat tersebut. Otomatis segala hal yang dilakukan Ahmad Mushaddeq itu terancam dalam ayat ini maka sebagai penyataan di akhir ayat ini ancamannya terhapus amal-amalnya meski yang bersangkutan tidak menyadarinya.
Dengan perbuatan itu jelas apa yang dilakukannya terkena aturan Al-Quran pada surat Al-Maaidah ayat 10 yang berbunyi:
Artinya: Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami, mereka itu adalah penghuni neraka.
Dan tentu saja bagi orang-orang Islam merasa tersinggung terhadap apa yang dilakukan Ahmad Mushaddeq dan para pengikut ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiah seperti juga tersinggungnya MUI, karena dasarnya adalah pada surat Al-An’am ayat 33 yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), Karena mereka Sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah[469].
[469] dalam ayat Ini Allah menghibur nabi Muhammad s.a.w. dengan menyatakan bahwa orang-orang musyrikin yang mendustakan nabi, pada hakekatnya adalah mendustakan Allah sendiri, Karena nabi itu diutus untuk menyampaikan ayat-ayat Allah.
Perlu diperhatikan juga pada surat Al-Hujuraat ayat 1 yang berbunyi:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya[1407] dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
[1407] maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya.
Maka yang paling utama adalah persoalan-persoalan yang ada seharusnya merujuk kepada Al-Quran, karena jika tidak sama saja kita mendahului Allah dan Rasul-Nya dalam perkatan dan perbuatan. Seandainya kita tersirat sesuatu yang kita kira benar maka kita kembalikan kepada Allah artinya kita bertanya langsung kepada Allah melalui Al-Quran dan apabila disimak lebih lanjut pelanggaran atau pengingkaran terhadap nabi, menghapus ajaran lama, membawa syari’at baru dan membuat syahadat baru maka sama saja pelanggaran terhadap aqidah karena pernyataan Ahmad Mushaddeq tersebut sama saja dengan mendeskriditkan atau mengabaikan Al-Qur’an meski bermula dari sebuah syahadat, dengan kata lain Ahmad Mushaddeq telah mengadakan pengingkaran terhadap aqidahnya sendiri, paling tidak berlaku syirik karena menciptakan sesembahannya selain pada Allah seperti tercantum dalam Al-Quran pada surat Al-Ahqaaf ayat 4 yaitu:
Artinya: Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepada-Ku apakah yang Telah mereka ciptakan dari bumi Ini atau Adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit? bawalah kepada-Ku Kitab yang sebelum (Al Quran) Ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar"
Dengan mengubah syahadat dan tidak mengakui Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, ini melanggar keimanan karena sama saja menolak apa yang dinyatakan Al-Qur’an bahwa Muhammad adalah nabi yang terakhir, jika menentang Al-Qur’an sama saja menentang Allah hal itu sesuai dengan Al-Quran sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Al-Baqarah ayat 153
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu[99], Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
[99] ada pula yang mengartikan: Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.
Menentukan dan menghilangkan shalat itu bertentangan dengan Al-Baqarah ayat 153 ini, shalat yang dimaksud adalah shalat fardu, seperti halnya peristiwa isra’ mi’raj bahwa perintah shalat telah diterima Nabi Muhammad dari Allah yaitu shalat lima waktu. Ahmad Mushaddeq yang mengingkari adanya shalat lima waktu yang menurut ajarannya bahwa yang ada adalah shalat malam saja, lebih jauh bisa dimaknai bahwa jika shalat lima waktu yang wajib dan inti saja ditolak dan tidak dikerjakan maka yang sunnah tidak akan punya arti.
Masalah ketertarikan masyarakat untuk mengikuti Al-Qiyadah Al-Islamiah disebabkan kebimbangan jiwa atau kelelahan spiritual, himpitan jaman juga karena keadaan saat ini, sehingga mereka memerlukan suatu pencerahan. Namun perlu diingat bahwa himpitan dan tekanan dalam jiwa merupakan suatu ujian dari Allah yang sesuai dengan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 155:
Artinya: Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
Ayat ini menunjukkan bahwa penekanan pada kata sabar, artinya orang-orang yang tercantum dalam Al-Baqarah ayat 153 tersebut. Jadi para pengikut ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiah ini secara inti merupakan orang-orang yang tidak sabar, mereka menginginkan ajaran agama yang lebih praktis dan lebih mudah, padahal dengan sabar sesungguhnya akan menyelesaikan masalah-masalah yang ada dengan yakin dan percaya pada Allah akan segala kuasa-Nya. Jika benar bahwa masyarakat yang mengikuti ajaran dari Mushaddeq ini karena bentuk kelelahan religi atau kelelahan jiwa atas himpitan dalam jaman ini, maka seharusnya mereka kembalikan kepada Allah untuk penetrasi atau menentramkan diri seperti yang tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 156:
Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101].
[101] artinya: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. kalimat Ini dinamakan kalimat istirjaa(pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil.



No comments: