Wednesday, October 29, 2008

JEJAK PELANGI

JEJAK PELANGI
Re-writer : Herry Mardianto

Biarlah sajak dan puisi bergulat pada separoh mimpi ( Noor M. )
Dan ia mengajarkanku sebuah pelajaran tentang perisai( Retno I. )
Panjang dan tajam( Retno I. )
Diri adalah syair puisi ( Risbika N.P. )
Nafas adalah dinding retak puisi ( Risbika N.P. )
Di sini kuukir kisah dalam prasasti di bawah tugu ( Nora S.A. )
Penghabisanku ( Nora S.A. )
Aku kembali ke dalam rengkuh keabadian kasihmu ( Anik A. )
Tak ada ujung ( Novi The C )
Tak ada tepi ( Novi The C )
Waktu seperti air sungai yang mengalir ( Mayka P. )
Telah kuminum purnama dari sumur madu ( Noor M. )
-entah siapa punya- ( Noor M. )

Jogja, 2004

Ps: Potongan baris-baris puisi dari beberapa penulis dalam buku JEJAK PELANGI Antologi Puisi Bengkel Sastra Indonesia 2004 yang dijadikan sebuah puisi juga sebagai cover belakang dari buku tersebut.

Tuesday, October 28, 2008

KAKU

By : Novi The C

Bibir kelu
Degub jantung menderu
Napas memburu
Hati membiru
Badan ini membeku

Huff....

Kaku...!!!

Jogjakarta, 28 September 2008

Monday, October 27, 2008

PELABUHAN HIDUP

PELABUHAN HIDUP
By : Novi The C

Luasnya laut di dunia
Sering ombang-ambingkan arah
Gempuran ombak memecah ketenangan
Perahu layar dapat tenggelam
Jua kapal raksasa

Pelabuhan hidup hanya satu
Hanya yang yakin, sadar, dan mengerti
Yang dapat berlabuh

Jogjakarta, 6 Februari 2004

Ps:Salah satu puisi dalam JEJAK PELANGI Antologi Puisi Bengkel Sastra Indonesia 2004

Sunday, October 26, 2008

UJUNG DAN TEPI


 
by : Novi The C

Tak ada ujung, tak ada tepi
Tepi tak berujung, ujung tak bertepi
Tepi ada pasti ujung berada
Ujung ada tepi berada

Tak ada ujung tepi pun tiada
Tak ada yang tak berujung tak ada yang tak bertepi

Sepasang sejoli
Menghias bumi

Takkan lepas sampai di sini
Walau sampai bumi tak berputar kembali
Mereka kan selalu abadi

Jogjakarta, 12 Februari 2004

Ps:Salah satu puisi dalam JEJAK PELANGI Antologi Puisi Bengkel Sastra Indonesia 2004

Saturday, October 25, 2008

SENDOK


 
by : Novi The C

Mengkilat terkena sinar
Namun dipegang sungguh licin
Cantik parasnya namun menjijikan

Punya muka dua yang berbeda
Sis cekung, sisi cembung
Cekung terbalik
Cembung tegak
Di sini ia begini, di situ ia begitu

Kuat bermuka dua
Lemah berpendirian
Jogjakarta, 22 Agustus 2004

Ps:Salah satu puisi dalam JEJAK PELANGI Antologi Puisi Bengkel Sastra Indonesia 2004

Friday, October 24, 2008

BABE, HAPPY BDAY......

By : Novi The C

Senantiasa kau beri tiang-tiang penyokong imanku
Nasihatmu slalu jadi makanan penuh energi dan bervitamin tinggi

Kau lindungi diri dengan benteng-benteng kokoh yang menjulang
Berharap diri ini terhindar dari halang rintang

Tak pernah lelah kau hujani diri dengan doa-doa suci
Dan kasih sayangmu jadi pengobat dahaga kalbu

MET ULTAH YA BE,,,,
Moga Babe tak pernah lelah memberi ananda pencerahan tuk dunia terlebih akhiratku..

Jogja, 16 Oktober 2008

Ps:meski kejutan jam 12 teng yang disiapin ma ibu ga jadi,,tapi malah jadi sarapan pagi itu adalah sarapan terpagi buat nv pada jam5 pagi,,yang tentunya penuh berkah atas segala doa yang babe rajut,,,buat nv dan keluarga,,,,,

BUNDA

By: Novi The C

Meski perih mendera
Tak ernah jera
Lara tak pernah dirasa
Asa terus bergelora

Bersandar beralaskan sabar
Kasih sayang selalu kau tebar

Bias pelangi selalu tersirat di pelupuk mata
Melambangkan sebuah doa
Teruntuk ananda

Selayak embun pagi
Beri kedamaian di pagi suci
Menghanyutkan segala dahaga
Belaian kasih jua cintamu, Bunda...

Hapy bday yah Bunda nv tersayang...


Jogja, 30 September 2008

Tuesday, October 21, 2008

PELANGI



By : Novi The C

Seberkas sinar membayangiku
Sekelebat bayangan putih mendatangiku
Hawa dingin mengikatku

Dalam kesendirian, kupandangi pelangi
Awan birupun mengelilingi
Redup sinar sang mentari

Indah nian warnanya
Kuingin memilikinya
Namun apa daya tangan tak sampai
Kubisa pandangi
Walau tak setiap waktu

Jogjakarta, 2003

GAYA KOMUNIKASI DALAM CHATTING




Berdasarkan observasi yang saya lakukan pada hari Selasa tanggal 9 Oktober 2007 melalui chatting di Mirc, interaktivitas yang paling mendekati yaitu pendapat dari Sheizaf Rafaelli. Ia mengatakan bahwa syarat interaktivitas adalah third message dan pesannya berkaitan atau tidak. Third message yang berarti interaktivitas bisa terjadi jika minimal ada pesan ketiga, tampak dari observasi yang saya lakukan bahkan lebih banyak dari itu, karena respon selalu muncul baik dari saya maupun teman chatting saya. Kemudian berkaitantidaknya pesan-pesan yang ada, jika pesan-pesan tersebut berkaitan pastilah interaktivitas juga terjadi, tetapi tidak selalu pesan berkaitan karena ada hal-hal tertentu yang menyebabkan, salah satunya karena tidak paham bahasanya, yang saya maksudkan adalah bahwa di dunia chatting banyak singkatan-singkatan, kadang saya kurang memahami singkatan yang belum saya ketahui.

Selain itu Rafaelli juga berpendapat bahwa interaktivitas secara umum dilihat sebagai percakapan tatap muka baik secara natural maupun yang berada dalam setting komunikasi bermedia. Apa yang disampaikan Rafaelli menunjukkan ada atau tidaknya media tidak menentukan interaktivitas terjadi, maksudnya dengan media bisa saja sangat interaktif terbukti dari chatting yang saya lakukan, dan bisa saja tanpa media justru sangat tidak interaktif contohnya kadang chatting diikuti dengan kopi darat atau bertemu secara langsung mungkin karena belum kenal secara langsung komunikasi yang terjadi sangat jarang disebabkan canggung, malu dan sebagainya.

Ada tiga level interaksi menurut Rafaelli yaitu two way (non-interactive) communication, reactive (quasi interactive) communication, dan fully interactive communication, ketiga level tersebut ada dan terjadi di dalam interaksi yang saya lakukan melalui chatting jadi tidak hanya satu level saja yang terjadi dalam sebuah interaksi tersebut. Two way communication atau tidak interaktif ditunjukkan melalui ketidakpahaman pembicaraan yang ada, kebanyakan karena singkatan-singkatan yang tidak dimengerti satu sama lain atau juga karena salah ketik. Level berikutnya adalah reactive communication atau komunikasi setengah interaktif yang berarti bahwa pesan mengacu pada pesan sebelumnya, hal ini juga terjadi saat awal membuka pembicaraan biasannya berupa wawancara kecil untuk mengetahui siapa teman chatting kita, dengan menanyakan nama, umur, asal, jenis kelamin, dan lain sebagainya. Kebanyakkan pesan tersebut hanya mengacu pada pesan sebelumnya. Level tertinggi menurut Rafaelli adalah fully interactive communication atau interaksi penuh yang berarti pesan mengacu dan berkaitan bukan hanya pada pesan sebelumnya tetapi juga pesan-pesan sebelumnya bahkan berkaitan dengan pesan yang pertama meskipun terbilang tidak banyak terjadi tetapi beberapa orang cukup konsisten dengan pembicaraanya yang mengacu pada pembicaraan awal walaupun ada beberapa dari mereka yang komunikasinya menjadi setengah interaktif disebabkan lamanya respon yang diberikan baik dari saya maupun teman chatting saya sehingga pembicaraan yang tadinya sudah berjalan baik dan sangat interaktif menjadi terganggu dan tak jarang membuat pesan yang muncul berikutnya tidak mengacu pada pesan awal atau pesan-pesan sebelumnya.

Saturday, October 18, 2008

DONNA ORSHA, SANG PENYIAR RADIO SENIOR DI YOGYAKARTA







Semakin berkembangnya jaman, komunikasi semakin maju hal ini tidak luput dari peran orang-orang yang bekerja dalam bidang ini. Salah satunya adalah penyiar radio. Seorang penyiar radio senior yang telah berkecipung lama di bidangnya adalah Donna Orsha, 14 tahun sudah berlalu, dara cantik ini menekuni pekerjaannya sebagai penyiar radio, sejak masih duduk dibangku SMP lebih tepatnya pada tanggal 4 April 1993 mulai meniti karir sebagai penyiar remaja di radio Yasika sampai saat ini yang telah menginjak bangku kuliah dan sedang menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Hukum UGM. Awal karir Donna dari bergabungnya ke fans club Yasika yang pada waktu itu bernama Elit Muda Yasika yang lebih dikenal dengan EMY dan Donna menjabat sebagai sekertaris dalam organisasi tersebut.

Di sini awal ketertarikannya dengan dunia kepenyiaran radio. Setiap acara yang diselengarakan radio Yasika, Donna selalu mengikuti dan sering memperdengarkan suara emasnya, karena Donna memang pernah memenangkan suatu kontes menyanyi sebagai juara pop singer terbaik di Yogyakarta. Karena seringnya menyanyi di acara off air Yasika, Donna ditawarkan menjadi penyiar remaja, mungkin menurutnya karena pihak Yasika tertarik dengan suaranya sehingga menawarkan pekerjaan itu padanya. Profesi ini bukan pilihan menurutnya, karena profesi ini ditawarkan, walau memang sebelumnya sudah tertarik dengan dunia radio. Karena dengan menjadi penyiar radio wawasannya semakin bertambah, pergaulannya semakin luas terlebih agar Donna yang introvet menjadi ekstrovet dan agar Donna yang pendiam bisa lebih mudah berbicara dan hal itu terbukti serta membuat Donna semakin tertarik lebih mendalami profesi ini, dan setelah dijalani Donna merasakan bahwa profesi sebagai penyiar radio ternyata sangat menjanjikan, terlihat dari penghasilan yang kini sudah cukup besar meski enggan untuk menyebutkan nominalnya.

Saat SMA Donna pindah ke Magelang, tetapi ia tidak menanggalkan prosfesinya, Donna tetap menjadi penyiar radio di Polaris fm Magelang yang merupakan link dari Yasika, radio-radio tersebut tergabung dalam CPP RADIO NET yang jaringannya tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, jadi memudahkan jika seseorang penyiar pindah tidak perlu keluar dari sebuah radio tetapi hanya pindah sesuai dengan daerah pindahannya tersebut.

Menjadi seorang penyiar radio diperlukan sifat / karakteristik antara lain:

1. DJ As Sales Person
Penyiar mempunyai peranan untuk membuat pendengar tertarik, antusias, dan ingin kembali mendengarkan lagu-lagu yang diputar, selain lagu, penyiar juga harus bisa membuat pendengar berminat untuk mendengarkan spot iklan yang diputar, mengikuti pesan-pesan di dalam spot iklan tersebut dengan rasa ingin tahu bahkan mempercayai semua pesan-pesan yang disampaikan. Penyiar adalah salesperson yang mampu mengemas seluruh komponen “barang dagangannya” yang berupa lagu, iklan dan informasi.

2. Penyiar sebagai Sahabat Pendengar
Televisi biasanya diletakkan di suatu ruang yang cukup lega agar dapat ditonton secara bersama-sama, berbeda dengan radio yang memiliki sifat lebih pribadi dan lebih intim. Pakar komunikasi bahkan mengatakan ”Radio is a portable friend”, sahabat yang bisa dibawa kemana-mana bahkan di tempat pribadi sekalipun yaitu di tempat tidut atau kamar mandi. Karena sifat radio yang pribadi itulah maka seorang pemyiar harus berusaha menjadikan sahabat yang baik bagi pendengarnya. Sebagai sahabat yang punya derajat yang setara, pendengar biasanya tidak suka penyiar yang terlalu menggurui, berpenampilan monoton, kasar, sombong, suka melecehkan, merendahkan bahkan menghina pendengar. Jadi pendengar suka penyiar yang bisa dijadikan sahabat yang hangat, wajar dan tidak dibuat-buat.

3. Pendengar : Orang Kedua Tunggal
Penyiar menyapa pendengarnya harus akrab, dilandasi suasana intim, sangat personal, direndahkan volumenya tetapi tetap meiliiki power sehingga terdengar seperti sedang bercakap-cakap dengan sahabatnya, dan menyapa pendengarnya dengan “anda” atau “kamu” bentuk kata ganti orang kedua tunggal dengan menggunakan idiom-idiom bahasa percakapan layaknya berbicara dengan temannya.

4. Personality Lebih Penting dari pada Suara yang Bagus
Bukan hanya karakteristik suara atau kemampuan vokal tetapi juga karakteristik kepribadian bahwa menjadi seorang penyiar dituntut untuk lebih terbuka, lebih bisa familiar dengan orang-orang. Pada umumnya pendengar lebih tertarik pada apa yang dibicarakan penyiar dan bagaimana penyiar itu menyampaikannya dari pada bagus tidaknya suara penyiar tersebut. Seorang penyiar adalah salah satu sumber kepercayaan dan sumber informasi bagi pendengar, sehingga penyiar harus jujur dalam menyampaikan informasi, jika informasi belum pasti jangan disampaikan karena akan mericuhkan pendengarnya jika informasi yang disampaikan ternyata tidak benar, selain itu penyiar juga harus hangat, bersahabat, berpengetahuan luas, serta kritis, sehingga informasi yang diberikan bermutu dan dapat dipercaya.

Selain karakteristik, penyiar juga harus mempunyai ketrampilan yaitu :
1. Selalu punya rasa ingin tahu
2 .Percaya diri
3. Gaul
4. Luwes
5. Extrovert
6. Suka musik jenis apapun ( jangan terpatok pada satu atau beberapa jenis musik )
7. Aktif dan dinamis
8. Menguasai bahasa asing terutama Bahasa Inggris
9. Bisa menulis secara baik
10. Akrab dengan komputer
11. Punya suara yang bagus
12. Punya perfomance yang mendukung (penampilan saat siaran akan mempengaruhi kualitas vokal)
13. Bisa menggunakan bahasa percakapan yang singkat, padat, dan jelas.
14. Memperbanyak kosa kata

Menurut penyiar Yasika yang juga menjadi presenter talk show mengenai keluarga di RBTV ini dalam membangun komunikasi yang efektif baik dengan sesama penyiar maupun dengan pendengaranya mudah-mudah sulit karena dalam membangun komunikasi yang efektif dibutuhkan benar-benar suatu kedewasaan karena ketika komunikasi berjalan tidak efektif maka akan menemukan jalan buntu. Terlebih saat siaran duet, komunikasi yang baik sangat diperlukan dengan cara satu sama lain membuka diri untuk mengetahui keinginan masing-masing penyiar atau membuat kesepakataan sebelum siaran agar komunikasi yang dibangun tidak terjadi kesalahpahaman sehingga terbangunlah komunikasi yang efektif.

Membangun komunikasi yang efektif dengan pendengar intinya tidak jauh berbeda, saat on air komunikasi yang efektif bisa dibangun saat ada phone live atau sesi interaktif dengan cara menyambungkan antara pembicaraan pendengar dengan penyiar, penyiar harus bisa “ngemong”, di dalam bahasa kepenyiaran disebut mengedrive, dituntun mau ke arah mana inti pembicaraan pendengar, jika saat off air bisa saat pendengar datang ke studio dan sebagai penghargaan tentunya sebagai penyiar harus menemuinya dan mengajak bicara, dari pembicaraan tersebut dapat dilihat apa yang diinginkan pendengar dari suatu radio, tentunya dengan pembicaraan yang ramah, hangat dan bersahabat sehingga membuat pendengar nyaman, dengan begitu komunikasi akan berjalan dengan baik dan efektif.

Konflik dalam berbagai keadaan selalu ada, baik konflik intrapersonal, interpesonal maupun konflik kelompok, dan penyelesaikan masalah juga bermacam-macam antara lain dengan approach personal atau pendekatan pribadi juga mediasi dengan dipertemukan kedua belah pihak dan dengan pihak ketiga yang bersifat netral sebagai mediator. Begitu pula saat sesama penyiar ada masalah maka ada atasan yang bisa dijadikan mediator. Tapi secara pribadi sikap penyiar harus profesional, baik sikap di dalam callbox atau ruang siaran atau diluar callbox, jadi harus dapat memoposisikan diri saat sebagai penyiar dan bukan penyiar.

Menurut dara kelahiran Yogyakarta, 23 Juli 1984 ini mengaku tidak pernah terganggu siarannya karena masalah yang menimpa, selama ini jika ada masalah tidak pernah dibawa ke tempat kerja dan berusaha bersikap profesional dengan cara managemen konflik yang baik dengan menata diri bagaimana sikap seorang publik figur, sebagai penyambung lidah, dan sebagai penghibur harus bisa memilah-milah ,mengenai urusan pribadi dan urusan pekerjaan.


LAMPIRAN

WAWANCARA


Nama narasumber : Donna Orsha
Hari / tanggal : Kamis, 31 Mei 2007
Waktu : 09.30 WIB
Tempat : Studio Radio Yasika FM
Jalan Menukan 8 Karangkajen Yogyakarta 55153

BIODATA NARASUMBER

Nama : Donna Orsha
Tempat tanggal lahir : Yogyakarta, 23 Juli 1981
Alamat rumah : Jalan Wonosari km 7 Yogyakarta
Pekerjaan : Penyiar radio Yasika Fm, Presenter RBTV, MC
Alamat kantor : Jalan Menukan 8 Karangkajen Yogyakarta ( Yasika Fm )
Jalan Jagalan ( RBTV )
Pendidikan saat ini : Sedang menyelesaikan S1 Fakultas Hukum UGM

Friday, October 17, 2008

SEKATEN, ANTARA TRADISI, BUDAYA DAN DAKWAH ISLAM



Sejarah Sekaten Ngayogyakarta Hadiningrat

Pada tahun 1939 Caka atau 1477 Masehi, Raden Patah selaku Adipati Kabupaten Demak Bintara dengan dukungan para wali membangun Masjid Demak. Selanjutnya berdasar hasil musyawarah para wali, digelarlah kegiatan syiar Islam secara terus-menerus selama 7 hari menjelang hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. Agar kegiatan tersebut menarik perhatian rakyat, dibunyikanlah dua perangkat gamelan buah karya Sunan Giri membawakan gending-gending ciptaan para wali, terutama Sunan Kalijaga.

Setelah mengikuti kegiatan tersebut, masyarakat yang ingin memeluk agama Islam dituntun untuk mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Dari kata Syahadatain itulah kemudian muncul istilah Sekaten sebagai akibat perubahan pengucapan. Sekaten terus berkembang dan diadakan secara rutin tiap tahun seiring berkembangnya Kerajaan Demak menjadi Kerajaan Islam.

Demikian pula pada saat bergesernya Kerajaan Islam ke Mataram serta ketika Kerajaan Islam Mataram terbagi dua (Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta) Sekaten tetap digelar secara rutin tiap tahun sekali sebagai warisan budaya Islam yang diadakan pada bulan Maulud, bulan ketiga dalam tahun jawa dengan mengambil lokasi di pelataran atau Alun-alun Utara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dimulai pada akhir tahun 1960-an.

Di Kasultanan Ngayogyakarta, perayaan sekaten yang terus berkembang dari tahun ke tahun pada dasarnya terdapat tiga pokok inti yang antara lain:
1. Dibunyikannya dua perangkat gamelan ( Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu) di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7 hari berturut-turut, kecuali Kamis malam sampai Jumat siang.
2. Peringatan hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW pada tanggal 11 Mulud malam, bertempat di serambi Kagungan Dalem Masjid Agung, dengan Bacaan riwayat Nabi oleh Abdi Dalem Kasultanan, para kerabat, pejabat, dan rakyat.
3. Pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, berupa Hajad Dalem Gunungan dalam upacara Garebeg sebagai upacara puncak sekaten.
Kegiatan pendukung event tersebut adalah diselenggarakannya Pasar Malem Perayaan Sekaten selama 39 hari, event inilah yang menjadi daya tarik bagi masyarakat Jogja maupun luar Jogja.

Selain itu ada tiga unsur penting dalam tradisi sekaten Ngayogyakarto
1. Pasar malam sekaten
2. Upacara perayaan sekaten
3. Garebek sekaten

GAMELAN

Tradisi Gamelan Sekaten Menyambut Maulid
Keraton Yogyakarta selama sepekan sebelum peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW akan menggelar tradisi menabuh gamelan sekaten di pelataran Masjid Gede Kauman, Keraton Yogyakarta. Pada tanggal 5 bulan Maulud yang merupakan hari pertama perayaan Sekaten diawali pada tengah malam dengan sebuah prosesi abdi dalem yang berjalan dalam dua baris dengan membawa kedua perangkat gamelan pusaka yaitu, Kyai Guntur Madu dan Kyai Nagawilaga dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dibangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 ke dua perangkat gamelan tersebut dipindahkan kehalaman Masjid Agung Yogyakarta meninggalkan Bangsal Ponconiti dalam suatu iring-iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Kraton berseragam lengkap. Di masjid agung Kyai Nogowilogo diletakkan di Pagongan Selatan. Kedua set gamelan ini dimainkan secara stimulan sampai tanggal 11 bulan Maulud, saat kedua gamelan tersebut dibawa kembali ke Kraton pada tengahmalam.

Kedua gamelan ini yang ditempatkan di sisi utara dan selatan masjid ditabuh selama 24 jam. Tabuhan dihentikan hanya jika datang waktu salat. Tempo dalam tabuhan gamelan tradisi sekaten ini mengalir lebih lambat seiring tarikan napas para penabuh dan pendengarnya. Gending-gending yang dimainkan ini merupakan karya Sunan Kalijaga salah seorang wali penyebar agama Islam di Jawa sebagai sarana yang komunikatif untuk berdakwah.

Disela- sela pergelaran, kemudian dilakukan khotbah dan pembacaan ayat-ayat suci dari Kitab Al-Quran. Bagi mereka yang bertekad untuk memeluk agama Islam, diwajibkan mengucapkan kalimat Syahadat, sebagai pernyataan taat kepada ajaran agama Islam.

Sambil mendengarkan, warga biasanya mengunyah kinang atau makan nasi gurih serta telur merah, tradisi makan kinang dan nasi gurih ini sebenarnya ungkapan rasa syukur atas terciptanya harmoni dalam masyarakat. Sayangnya, sebagian masyarakat saat ini tidak lagi memahaminya. Malah menjadikan kinang dan nasi gurih sebagai sarana ngalap atau mencari berkah tertentu.
Gamelan Sekaten Dibagi Dua

Tujuh hari menjelang Upacara Grebeg Maulud dan peringatan Maulud Nabi Besar Muhammad SAW, seperangkat Gamelan Sekaten Kangjeng Kiai Gunturmadu dan Kangjeng Kiai Nagawilaga dikeluarkan dari kraton ditempatkan di Kagungan Dalem Bangsal Pagongan Masjid Besar. Sejak pagi hingga tengah malam, kedua perangkat gamelan dibunyikan silih berganti, kecuali hari Jumat tidak ditabuh.

Kedua perangkat Gamelan Sekaten tersebut mengalami perjalanan panjang.Gamelan ini semula hanya terdiri tiga buah, gong, ketipung/kendhang, dan kempyang. Dan gamelan yang terdiri tiga buah itu sampai saat ini masih tersimpan di Museum Kraton Kasepuhan Cirebon.

Gamelan Sekaten dibunyikan sejak berdirinya Kraton Demak, Pajang, Mataram, sampai sekarang dan telah dilengkapi dengan beberapa jenis gamelan lain.

Latar belakang perjalanan dua perangkat gamelan tersebut, dari hasil Perjanjian Giyanti (1755) Mataram dibagi dua, Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Pembagian dua kerajaan termasuk semua inventarisasi juga ikut dibagi dua. Dua perangkat Gamelan Sekaten, termasuk juga dibagi untuk dua kerajaan. Kasunanan Surakarta mendapatkan Kangjeng Kiai Nagawilaga dan Kasultanan Yogyakarta Kangjeng Kiai Gunturmadu. Mengingat sejak adanya Gamelan Sekaten tersebut terdiri dua perangkat, maka tiap-tiap kraton membuatkan masing-masing pasangannya.

Berkaitan dengan peringatan Maulud Nabi Besar Muhammad SAW inilah, setiap tahun Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta menyelenggarakan Upacara Grebeg. Acara ini sekaligus ungkapan rasa syukur kehadlirat Illahi. Upacara Grebeg diwujudkan dengan rangkaian Upacara Sedekah Sultan, berupa gunungan dan lazim disebut Hajad Dalem Gunungan atau Pareden.

Di masing-masing kraton, baik Yogyakarta maupun Surakarta setiap Grebeg Maulud selalu didahului dengan Upacara Sekaten, selama tujuh hari. Upacara ini merupakan kegiatan Syiar Agama Islam, di mana kegiatannya berupa rangkaian dibunyikannya Kagungan Dalem Gamelan Sekaten diikuti dengan Tableg di Regol Masjid Besar. Upacara Tableg dipimpin Abdidalem Penghulu Kraton.

Gending-gending Sekaten adalah gending pujian kehadlirat Allah SWT dan Shalawat Nabi, serta ajakan untuk menjalankan Syariat Islam secara khusuk. Gending yang ada di Sekaten memiliki makna keagamaan. Gending pertama adalah Gending Rambu, yang diolah para wali dari puji syukur yang berasal dari kata Rabbulngalamin, yang berarti Tuhan yang menguasai segala alam. Dalam perkembangan selanjutnya, gending menjadi banyak. Instrumen pun memiliki makna, seperti gamelan pelog berasal dari kata falakh yang berarti kebahagiaan.Gending-gending yang diperdengarkan berbeda dengan gending-gending Jawa yang ada saat ini.

Nama-nama gending yang biasa dibunyikan tersebut, Yaume, Salatun, Ngayatun, Supiyatun, Dendang Sabenah, Rambu (ciptaan Sultan Bintara), Rangkung (ciptaan Sultan Agung), Lung Gadungpel, Atur-atur, Andong-andong, Rendeng-rendeng, Gliyung, Burung Putih, Orang-aring, Bayem Tur, dan Srundeng Gosong. Semua gending-gending itu dapat dinikmati di Kagungan Dalem Bangsal Pagongan Lor dan Pagongan Kidul, lewat Kagungan Dalem Gamelan Kangjeng Kiai Gunturmadu dan Kangjeng Kiai Nagawilaga yang ditabuh para abdidalem niyaga Kraton Yogyakarta.
Peringatan Maulud Nabi Besar Muhammad S.A.W.

Nabi Besar Muhammad S.AW. lahir pada tanggal 12 bulan Maulud, bulan ketiga dari tahun jawa. Di Yogyakarta,biasanya kelahiran Nabi diperingati dengan upacara Grebeg Maulud.Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad. Diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari bulan yang sama.

Pada umumnya, masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya berkeyakinan bahwa dengan turut berpartisipasi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad S.AW.ini yang bersangkutan akan mendapat imbalan pahala dari Yang Maha Kuasa, dan dianugrahi awet muda. Sebagai " Srono " (Syarat) nya, mereka harus mengunyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten. Oleh karenanya, selama diselenggarakan perayaan sekaten itu, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih bersama lauk-pauknya di halaman Kemandungan,di Alun-alun Utara maupun di depan Masjid Agung Yogyakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekatnya ini, mereka memberi cambuk (bhs. Jawa ;pecut) yang dibawanya pulang.

GAREBEG
Puncak dari perayaan Sekaten adalah Garebeg Maulud yang diadakan pada tanggal 12 bulan Maulud. Festival ini dimulai pada pukul 07.30 pagi, diawali oleh parade prajurit Kraton, yang terdiri dari sepuluh unit yang berama : Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, Mantrijero, Surokarso dan Bugis yang mengenakan seragam kebesaran mereka( kesepuluh inti prajurit kraton ini diabadikan menjadi nama-nama tempat di Yogyakarta seperti Wirobrajan, Daengan, Patangpuluhan, Jokokaryan, Prawirotaman, Nyutran, Ketanggungan, Mantrijeron, Surokarsan,dan Bugisan). Parade dimulai di halaman utara Kemandungan dan Kraton, menyeberangi Sitihinggil dan menuju ke Pagelaran di alun-alun utara. Pada pukul 10.00, Gunungan meninggalkan Kraton dengan didahului oleh pasukan Bugis dan Surokarso.

Gunungan terdiri dari makanan seperti sayuran, kacang-kacangan, cabai merah, telur, beberapa makanan berbahan dasar, yang disusun membentuk gunung yang melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan Mataram. Saat parade menyeberangi alun-alun utara, mereka akan disambut oleh tembakan salvo dan sorkan prajurit Kraton yang telah menunggu. Prosesi tersebut disebut Garebeg. Kata Garebeg berasal dari bahasa Jawa 'Brebeg" atau "Gumerebeg" yang berarti suara ribut yang ditimbulkan oleh sorakan penonton. Gunungan kemudian akan dibawa menuju Masjid Agung dimana setelah gunungan itu diberkahi, orang-orang akan berebutan mengambil bagian-bagian dari Gunungan tersebut, karena percaya bahwa gunungan itu merupakan benda suci, sehingga bagian-bagiannya pun dipercaya mempunyai kekuatan supranatural. Para petani sering menanam bagian dari gunungan tersebut di sawah dengan harapan akan dijauhkan dari bencana atau nasib sial. Menurut penanggalan Jawa, ada perayaan lain selain Garebeg Maulud, yang desebut Garebeg Syawal. Perayaan tersebut diadakan setelah bulan Ramadhan. Garebeg Syawal diadakan pada hari pertama bulan Syawal (bulan Jawa). Garebeg Besar diadakan pada hari ke-10 bulan Jawa, yang dihubungkan dengan hari raya umat Muslim (Qurban, Idhul Adha).

Masyarakat Yogyakarta dan daerah sekitarnya masih percaya bahwa perayaan Sekaten, khususnya pada saat diiringi gamelan, akan mendatangkan berkah dari Tuhan untuk pekerjaan, kesehatan dan masa depan mereka.

UPACARA SEKATEN
Upacara sekaten merupakan ajang interaksi sosial masyarakat dalam wujud kegiatan pasar malam di alun-alun utara. Sebelum upacara Sekaten dilaksanakan, diadakan dua macam persiapan, yaitu persiapan fisik dan spiritual. Persiapan fisik berupa peralatan dan perlengkapan upacara Sekaten, yaitu Gamelan Sekaten, Gendhing Sekaten, sejumlah uang logam, sejumlah bunga kanthil, busana seragam Sekaten, samir untuk niyaga, dan perlengkapan lainnya, serta naskah riwayat maulud Nabi Muhammad SAW.

Gamelan Sekaten adalah benda pusaka Kraton yang disebut Kanjeng Kyai Sekati dalam dua rancak, yaitu Kanjeng Kyai Nogowilogo dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Gamelan Sekaten tersebut dibuat oleh Sunan Giri yang ahli dalam kesenian karawitan dan disebut-sebut sebagai gamelan dengan laras pelog yang pertama kali dibuat. Alat pemukulnya dibuat dari tanduk lembu atau tanduk kerbau dan untuk dapat menghasilkan bunyi pukulan yang nyaring dan bening, alat pemukul harus diangkat setinggi dahi sebelum dipuk pada masing-masing gamelan.Sedangkan Gendhing Sekaten adalah serangkaian lagu gendhing yang digunakan, yaitu Rambu pathet lima, Rangkung pathet lima, Lunggadhung pelog pathet lima, Atur-atur pathet nem, Andong-andong pathet lima, Rendheng pathet lima, Jaumi pathet lima, Gliyung pathet nem, Salatun pathet nem, Dhindhang Sabinah pathet em, Muru putih, Orang-aring pathet nem, Ngajatun pathet nem, Batem Tur pathet nem, Supiatun pathet barang, dan Srundeng gosong pelog pathet barang. Untuk persiapan spiritual, dilakukan beberapa waktu menjelang Sekaten. Para abdi dalem Kraton Yogyakarta yang nantinya terlibat di dalam penyelenggaraan upacara mempersiapkan mental dan batin untuk mengembang tugas sakral tersebut. Terlebih para abdi dalem yang bertugas memukul gamelan Sekaten, mereka mensucikan diri dengan berpuasa dan siram jamas.

Sekaten dimulai pada tanggal 6 Maulud (Rabiulawal) saat sore hari dengan mengeluarkan gamelan Kanjeng Kyai Sekati dari tempat persemayamannya, Kanjeng Kyai Nogowilogo ditempatkan di Bangsal Trajumas dan Kanjeng Kyai Guntur Madu di Bangsal Srimanganti. Dua pasukan abdi dalem prajurit bertugas menjaga gamelan pusaka tersebut, yaitu prajurit Mantrijero dan prajurit Ketanggung. Di halaman Kemandungan atau Keben, banyak orang berjualan kinang dan nasi wuduk. Lepas waktu sholat Isya, para abdi dalem yang bertugas di bangsal, memberikan laporan kepada Sri Sultan bahwa upacara siap dimulai. Setelah ada perintah dari Sri Sultan melalui abdi dalem yang diutus, maka dimulailah upacara Sekaten dengan membunyikan gamelan Kanjeng Kyai Sekati.
Yang pertama dibunyikan adalah Kanjeng Kyai Guntur Madu dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Menyusul kemudian dibunyikan gamelan Kanjeng Kyai Nogowilogo dengan gendhing racikan pathet gangsal, dhawah gendhing Rambu. Demikianlah dibunyikan secara bergantian antara Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Nogowilogo. Di tengah gendhing, Sri Sultan datang mendekat dan gendhing dibuat lembut sampai Sri Sultan meninggalkan kedua bangsal. Sebelumnya Sri Sultan (atau wakil Sri Sultan) menaburkan udhik-udhik di depan gerbang Danapertapa, bangsal Srimanganti, dan bangsal Trajumas.
Tepat pada pukul 24.00 WIB, gamelan Sekaten dipindahkan ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dengan dikawal kedua pasukan abdi dalem prajurit Mantrijero dan Ketanggung. Kanjeng Kyai Guntur Madu ditempatkan di pagongan sebelah selatan gapuran halaman Masjid Agung dan Kanjeng Kyai Nogowilogo di pagongan sebelah utara. Di halaman masjid tersebut, gamelan Sekaten dibunyikan terus menerus siang dan malam selama enam hari berturut-turut, kecuali pada malam Jumat hingga selesai sholat Jumat siang harinya.
Pada tanggal 11 Maulud (Rabiulawal), mulai pukul 20.00 WIB, Sri Sultan datang ke Masjid Agung untuk menghadiri upacara Maulud Nabi Muhammad SAW yang berupa pembacaan naskah riwayat maulud Nabi yang dibacakan oleh Kyai Pengulu. Upacara tersebut selesai pada pukul 24.00 WIB, dan setelah semua selesai, perangkat gamelan Sekaten diboyong kembali dari halaman Masjid Agung menuju ke Kraton. Pemindahan ini merupakan tanda bahwa upacara Sekaten telah berakhir.


Esensi Sekaten

Sekaten ini dimeriahkan oleh warga masyarakat DIY dalam rangka memperingati dan menghormati sekaligus hendak meneladani Rasulullah SAW dalam memperjuangkan islam. Oleh karenanya, kegiatan yang digelar pun masih bernuansa keislaman, sebagai syiar islam kepada seluruh masyarakat. Meski dalam perkembangannya, sekaten ini menjadi sebuah tradisi budaya yang kian hari kian pudar bahkan kehilangan ruhnya, dan ada beberapa di dalamnya ada kekerasan untuk memperebutkan bahan pangan yang ada di dalamnya yang konon dianggap oleh warga setempat bisa menuai berkah jika mendapatkan salah satunya.

Sekaten sesungguhnya adalah momentum dakwah yang merupakan karya besar Wali Sanga. Lewat momentum sekaten, Wali Sanga mampu memadukan dakwah dan budaya, sehingga masyarakat tersentuh dengan acara tersebut. Esensi sekaten dari aspek dakwah adalah peringatan Maulid Nabi (kelahiran nabi), yang diharapkan bisa menjadi teladan moralitas. Sedang aspek budaya masyarakat diharapkan bisa menjadi perekat yang kokoh. Sehingga antara budaya dan dakwah bisa saling mengisi dan melengkapi. Dengan demikian sekaten sesungguhnya bukanlah semata arena dangdut, hiburan dan pasar malam. Justru esensi sekaten adalah perpaduan antara dakwah dan budaya masyarakat yang diharapkan mampu mewujudkan keluhuran akhlak di tengah masyarakat.

Di tengah krisis moral yang melanda umat manusia dewasa ini, nilai-nilai agama bagai embun penyejuk memberi kekuatan batin. Pesan-pesan moral di tengah kegersangan spiritual yang semakin memprihatinkan saat ini bisa dikemas dengan berbagai bentuk. Seperti model dakwah lewat pendekatan budaya yang dilakukan oleh Wali Sanga ratusan tahun lalu, yang ternyata sangat efektif dan menyentuh bagi masyarakat Jawa.

Setiap kali bicara sekaten tentu tidak bisa lepas dari acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Karena sesungguhnya esensi sekaten sendiri adalah menanamkan semangat juang umat Islam yang digali dari sejarah perjuangan Nabi. Esensi peringatan Maulid Nabi sesungguhnya untuk membangkitkan kembali moralitas umat, yang diwujudkan dengan tumbuhnya rasa cinta kepada Nabi. Kecintaan kepada Nabi sekaligus menumbuhkan kecintaan kepada ajarannya yang diwujudkan dengan ketaatan melaksanakan ajaran agama.

Dakwah Islam di Pulau Jawa yang dilakukan oleh Wali Sanga dalam rangka menyebarluaskan dakwah Islamiyah di tengah masyarakat. Wali Sanga menggagas acara sekaten yang memadukan peringatan Maulid Nabi dengan budaya Jawa. Sekaten merupakan media dakwah yang dikemas sedemikan rupa, sehingga masyarakat yang datang ke acara ini bisa melihat budaya rakyat sekaligus mendapatkan syiar dakwah. Keberhasilan Wali Sanga dalam menyebarkan dakwah Islam di pulau Jawa adalah karena kecerdasan mereka lewat pendekatan budaya.

Dalam peringatan Maulid Nabi sesungguhnya banyak hikmah yang bisa diperoleh. Sebab lewat peringatan tersebut akan diulas kembali berbagai keteladanan yang dilakukan Nabi. Dari sekian banyak teladan yang diberikan oleh Nabi bisa diambil satu contoh ucapan Nabi, bahwa tugas utama yang diemban beliau adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Persoalan akhlak (moralitas) ini, sejak awal dakwah Nabi memang sudah disebut merupakan tugas berat namun luhur. Dewasa ini pun persoalan krisis moral semakin memprihatinkan dan sudah merambah ke hampir ke semua sektor kehidupan. Krisis moral yang melanda bangsa Indonesia saat ini tampaknya sudah sampai pada titik nadir, sehingga tidak ada lagi rasa malu dan korupsi pun semakin merajalela di tengah penderitaan rakyat.

Kini, tatkala moralitas umat dilanda kritis yang memprihatinkan, dan tatkala kegersangan spiritual semakin suram, peringatan sekaten yang mengandung esensi Maulid Nabi, perlu diaktualisasikan. Sekaten perlu dijadikan sebagai momentum kebangkitan moral dengan kembali meneladani akhlak Nabi yang jujur, egaliter, adil dan berpihak pada kaum lemah. Ketika penguasa saat ini semakin banyak yang melakukan korupsi, dan ketika wakil rakyat tidak malu memperkaya diri di tengah penderitaan rakyat, keteladanan akhlak Nabi perlu dihadirkan lewat acara sekaten. Lewat momentum sekaten ini diharapkan bisa menjadi media untuk menggugah kembali moralitas umat tentang keteladanan akhlak Nabi.

Sekaten pada hakikatnya merupakan event yang sangat lekat dengan rakyat. Sehingga, penyelenggaraan pasar malam dan perayaan Sekaten sebagai agenda tahunan yang bernuansa religius dan budaya ini hendaknya benar-benar dikemas dengan tetap mengingat aspek sosial kemasyarakatannya.

Sekaten Bertahan Berkat Energi Spiritual
Perayaan Sekaten hingga kini masih tetap bertahan, berkat energi spiritual yang masih tetap tersimpan. Kekuatan religi kultural Sekaten sejak abad XV hingga abad XX, telah terbukti dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi. Puncak perayaan Sekaten pertama kali terjadi pada tahun 1960-an, yang ditandai dengan adanya partisipasi dari kedutaan besar negara-negara sahabat. Puncak perayaan Sekaten yang kedua, diawali pada tahun 2004 ini, yang ditandai dengan aneka pameran produk yang sangat beragam.

Memudarnya Esensi dakwah Islam
Banyak pandangan yang menyangsikan keberhasilan dakwah Islam dalam Sekaten pada masa terkini. Bahkan ada kekhawatiran timbul pemikiran syirik dalam upacara Sekaten tersebut, meski upaya dakwah Islam tetap diutamakan. Namun, munculnya pandangan ini sesungguhnya merupakan koreksi terhadap putusnya rantai estafet dakwah yang ada sejak zaman kerajaan sampai sekarang. Maka, sudah menjadi tugas para ulama Islam untuk memberikan pelurusan tentang materi kerohanian Sekaten sebenarnya.

Lambang-lambang yang digunakan dalam upacara Sekaten sering disalahartikan oleh masyarakat yang kemudian dijadikan mitos. Sedang nilai keagamaan yang terkandung dalam makna lambang-lambang justru belum sempat tercerna.


Simbol-Simbol dan Filosofi dalam Sekaten

Kinang
Merupakan daun sirih yang dilengkapi dengan injet atau kapur masak dan gambir. Kinang ini dipercaya dapat meembuat orang awet muda dan menjaga susunan dan kesehatan gigi. Daun sirih merupakan bagian dari sad rasa (enam rasa) yaitu manis, asin, asam, pedas, pahit, dan sepet atau asam. Hal itu bisa diibaratkan orang hidup, bahwa kehidupan ini beraneka rasa yang menjadi penyeimbang satu dengan yang lanilla. Seperti halnya sesuatu yang pahit meski tidak enak tetapi Belem tentu merugikan karena bisa dijadikan obat.

Bunga kanthil
Menurut orang Jawa bunga yang aji atau yang baik adalah bunga yang harum baunya. Bunga kanthil yang harem ini mencerminkan ajining diri atau jati diri seseorang

Sega gurih

Dalam bahasa Indonesia sering disebut nasi uduk merupakan lambang dari keberkatan dan kemakmuran, pada saat manusia dilahirkan telah disediakan fasilitas oleh Tuhan seperti sumber daya alam yang melimpah, tinggal bagaimana manusia mengelola dan memanfaatkannya untuk kemakmuran umat, bukan malah sebaliknya menghancurkannya. Nasi uduk ini dimasak dengan berbagai macam bumbu yang membuat nasi ini lebih enak meskipun tanpa lauk pauk dibandingkan nasi biasa hal ini dimaksukan bahwa agar masyarakat khususnya Yogyakarta dapat menikmati kehidupan yang lebih baik, lebih enak, tentram, tenang, damai, dan tidak kurang statu apapun.

Endhog abang
Dalam bahasa Indonesia berarti telur merah, telur yang direbus dengan berbagai macam bahan yang dapat membuat telur tersebut menjadi merah seperti kulit bawang merah. Telur diibaratkan bibit dari semua makhluk hidup, sedangkan warna merah dipilih karena selain melambangkan keberanian atau optimisme hidup dan orang jaman dahulu sering menyebut bayi yang baru lahir dengan sebutan bayi abang merupakan simbol bahwa masyarakat bisa lebih optimis dalam menghadapi hidup ini yang terkadang penuh dengan ketidakpastian. Telur ini biasanya ditusuk dengan bambu dan di atasnya diberi hiasan. Tusuk bambu itu diibaratkan dengan keberadaan Tuhan, semua makhluk hádala ciptaan Tuhan maka bibit yang telah diciptakan itu setelah menjadi bayi lalu berkembang agar selalu menghormat dan menyembah Tuhan

Pecut
Pecut atau cambuk ini diibaratkan sebagai pengendali untuk mengarahkan kehidupan kearah yang lebih baik

Grebeg
Grebeg merupakan puncak perayaan sekaten ini merupakan ungkapan syukur Ngarsa Dalem untuk rakyatnya. Grebek yang terdiri dari beberapa gunungan berisi makanan dan sayuran diberikan dengan rayahan atau berebut. Hal ini melambangkan bahwa setiap rakyat yang ingin mendapat hajat Dalem berebut karena di dalam hidup ini untuk mendapatkan sesuatu harus dengan usaha.